Minggu, 29 November 2015

Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan

Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

“If money is your hope for independence you will never have it. The only real security that a man can have in this world is a reserve of knowledge, experience, and ability. – Jika Anda menyandarkan harapan hidup mandiri pada uang, maka Anda tidak akan mendapatkannya. Satu-satunya hal yang menjamin kehidupan seseorang adalah cadangan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan.” Henry Ford, Pendiri Ford Motor Company (30 Juli 1863 – 7 April 1947)

Kalau dulu bekerja pada orang lain dianggap sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan uang, tetapi sekarang berwirausaha menjadi trend masa depan, karena dianggap lebih prospektif untuk meraih kebebasan waktu dan keuangan. Namun berwirausaha juga memerlukan pengetahuan, kecakapan, serta pengalaman, sehingga harus dipupuk sejak dini. Beberapa hal berikut ini merupakan hal yang perlu kita perhatikan dan lakukan berkenaan dengan upaya menumbuhkan jiwa kewirausahaan tersebut.

Menumbuhkan jiwa wirausaha terkait erat dengan usaha memperbaiki kualitas diri sendiri dan kehidupan rohani, agar kita mampu menjadi personifikasi yang dapat dipercaya d
... baca selengkapnya di Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Senin, 23 November 2015

Safir Senduk: Sepuluh Kiat Sukses Penulis Best Seller

Safir Senduk: Sepuluh Kiat Sukses Penulis Best Seller Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Dalam dunia perencanaan keuangan, nama Safir Senduk sangatlah dikenal. Barangkali, dialah orang pertama yang mempopulerkan istilah perencanaan keuangan. Bahkan mungkin, dia pula yang pertama kali berani mendeklarasikan diri sebagai seorang perencana keuangan profesional. Dan Safir memang cukup berhasil di lapangan jasa profesional yang terbilang masih merupakan barang baru bagi publik Tanah Air itu.

Namun, sukses pendiri Biro Perencanaan Keuangan Safir Senduk & Rekan ini (berdiri 1998), tidak sebatas pada bidang konsultasi keuangan. Lebih dari itu, Safir juga dikenal sebagai kolomnis di berbagai media massa dan penulis buku-buku perencanaan keuangan praktis. Bahkan dua buku terakhir yang dia tulis—Siapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya? dan Buka Usaha Nggak Kaya, Percuma!—disambut antusias oleh khalayak sehingga telah mengukuhkan dirinya sebagai seorang penulis buku best seller. Yang pertama terbit Desember 2005 dan hingga sekarang sudah laku sekitar 30.000 eksemplar. Sementara buku kedua yang terbit akhir Juni 2006 lalu kini sudah terjual hingga 13.000 eksemplar! Untuk buku-buku kategori nonfiksi, maka angka-angka penjualan sebesar ini jelas lumayan sekali.

Hingga sekarang, tak kurang sudah delapan buku dihasilkan oleh Safir. Rata-rata karyanya disambut baik oleh pasar. Awalnya, alumnus STIE IBMI Jakarta dan belajar ilmu perencanaan keuangan keluarga secara otodidak ini mengaku menulis untuk mendongk
... baca selengkapnya di Safir Senduk: Sepuluh Kiat Sukses Penulis Best Seller Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Selasa, 10 November 2015

Wortel, Telur dan Biji Kopi

Wortel, Telur dan Biji Kopi Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Seorang anak mengeluh pada ayahnya tentang hidupnya yang sulit. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa dan ingin menyerah saja. Ia lelah berjuang. Setiap saat satu persoalan terpecahkan, persoalan yang lain muncul.

Ayahnya, seorang juru masak, tersenyum dan membawa anak perempuannya ke dapur. Ia lalu mengambil tiga buah panci, mengisinya masing-masing dengan air dan meletakkannya pada kompor yang menyala. Beberapa saat kemudian air dalam panci-panci itu mendidih.

Pada panci pertama, ia memasukkan wortel. Lalu, pada panci kedua ia memasukkan telur. Dan, pada panci ketiga ia memasukkan beberapa biji kopi tumbuk. Ia membiarkan masing-masing mendidih.

Selama itu ia terdiam seribu bahasa. Sang anak menggereget gigi, tak sabar menunggu dan heran dengan apa yang dilakukan oleh ayahnya.

Dua puluh menit kemudian, sang ayah mematikan api. Lalu menyiduk wortel dari dalam panci dan meletakkanya pada sebuah piring. Kemudian ia mengambil telur dan meletakkanya pada piring yang sama. Terakhir ia menyaring kopi yang diletakkan pada piring itu juga.

Ia lalu menoleh pada anaknya dan
... baca selengkapnya di Wortel, Telur dan Biji Kopi Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Jumat, 06 November 2015

Kentang

Kentang Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Seorang Ibu Guru taman kanak-kanak (TK) mengadakan sebuah ”permainan”.

Ibu Guru menyuruh tiap muridnya membawa kantong plastik transparan 1 buah dan kentang. Masing-masing kentang tersebut diberi nama berdasarkan nama orang yang dibenci, sehingga jumlah kentangnya tidak ditentukan berapa.... tergantung jumlah orang-orang yang dibenci.

Pada hari yang disepakati masing-masing murid membawa kentang dalam kantong plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah guru mereka tiap-tiap kentang diberi nama sesuai nama orang yang dibenci. Murid-murid harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja mereka pergi, bahkan ke toilet sekalipun, selama 1 minggu.

Hari berganti hari, kentang-kentang pun mulai membusuk, murid-murid mulai mengeluh, apalagi yang membawa 5 buah kentang, selain berat, baunya juga tidak sedap. Setelah 1 minggu murid-murid TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka akan segera berakhir.

Ibu Guru: “Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu ?”

Keluarlah keluhan dari murid-murid TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa nyaman harus membawa kentang-kentang busuk tersebut kemanapun mereka pergi.

Gurupun menjelaskan apa arti dari “permainan” yang mereka lakukan.

Ibu Guru: “Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa me
... baca selengkapnya di Kentang Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Kamis, 05 November 2015

Jet Li, Jagoan Di Dalam Dan Luar Film

Jet Li, Jagoan Di Dalam Dan Luar Film Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Bagi penggemar film-film action, khususnya silat, pastilah satu nama ini tak bisa lepas dari ingatan. Gerakannya yang lincah dan gaya bertarungnya sangat lentur. Tak heran, sebab, sosok ini-Jet Li-bukan sekadar aktor yang ahli di layar perak, tapi juga memang juara beladiri sejati di kehidupan senyatanya. Tengoklah prestasinya. Berturut-turut selama lima tahun, dari 1974-1979, Jet Li mampu menjuarai kejuaraan bela diri pada pertandingan Chinese National Martial Arts Contest.

Terlahir di Beijing China pada 26 April 1963, Jet Li yang bernama Mandarin Li Lian Jie tak begitu saja menjadi ternama seperti sekarang. Ia mengalami proses perjuangan panjang layaknya kisah-kisah dalam berbagai filmnya. Bahkan, ia tercatat mengalami beberapa kegagalan dalam proyek film yang digarapnya. Pernah suatu ketika, Jet Li yang mulai terkenal melalui film Shaolin Temple ini mencoba merambah Amerika. Kala itu, sekitar tahun 1989, ia tampil di film Dragon Fight. Hasilnya jeblok. Tapi, bukan Jet Li kalau langsung menyerah. Ia pun lantas bertemu dengan produser dan sutradara ternama, Tsui Hark. Bersama, mereka lantas membuat film dengan dana pribadi dengan judul The Master pada tahun 1990. Hasilnya? Makin jeblok, bahkan film itu konon tak diterima bioskop di sana. Ia pun kemudian kembali ke China dan meneruskan karier filmnya kembali, mulai dari bawah.

Sebenarnya, awal kecintaan Jet Li pada
... baca selengkapnya di Jet Li, Jagoan Di Dalam Dan Luar Film Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Senin, 02 November 2015

Menanti Lara

Menanti Lara Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

‘Maafkan aku, Keith…
Aku pergi tanpa mengatakannya padamu terlebih dahulu
Kau boleh marah padaku…
Tapi satu fakta yang pasti…
Dan aku tahu ini akan membuatmu sangat senang, Keith…
Aku mencintaimu…
Tunggulah aku, Keith…
Aku pasti kembali’

Sebenarnya mataku sudah muak melihat dan membaca isi surat ini. Tapi entah kenapa, atau mungkin akulah yang bodoh. Isi suratmu ini, Lara. Menawanku hingga kini dan aku tetap menantimu di Halte Bis ini. Halte satu-satunya yang ada disini. Aku menantimu kembali, sesuai dengan yang kau bilang di surat itu. Anganku melayang, menusuri kenangan indah bersamamu.

Saat itu kau sudah kuliah, Lara. Sedangkan aku masih kelas 3 SMA. Aku yang masih terlalu muda bagimu ini terus saja mengejar cintamu, berharap mendapatkannya. Dan akhirnya kau menerima cintaku, walaupun setengah hati. Tapi aku cukup senang.

Ingatkah kau Lara, 3 tahun yang lalu… Saat itu…
“Apa sih maumu, Keith? Kau sudah menjadi pacarku. Padahal aku tidak mau berpacaran dengan bocah ingusan seperti mu” ucap Lara tegas.
“Tapi aku mau pacaran d
... baca selengkapnya di Menanti Lara Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Jumat, 30 Oktober 2015

Dad Is My Hero

Dad Is My Hero Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Aku bernama Sherilla Cintyana. Aku mempunyai seorang Dad. Mom-ku sudah 3 tahun lalu meninggal. Dad-ku sangat menyayangiku. Ia sangat setia mengurusku. Tapi, Dad-ku juga selalu mengajariku disiplin. Menurutku aku nggak perlu disiplin. Karena besar nanti kan aku pasti bisa disiplin. Tapi, Dad-ku tetap sabar mengajariku.

Suatu hari, pulang sekolah aku membuka pintu tanpa mengucap salam. Ayahku langsung menasehatiku, “Cin, kalau kamu mau masuk rumah ucap salam dulu dong”
“Dad, kalau aku mau masuk tanpa salam bukan berarti Dad nggak tahu aku yang masuk kan” kataku.
“Tapi kan biar disiplin dan kamu bisa sopan” kata Dad-ku.
“Lagi-lagi disiplin, Lagi-lagi disiplin, Dad kalau Cintya sudah besar Cintya kan bisa disiplin, sopan, ramah seperti keinginan ayah” kataku pada ayah.

Aku pun masuk kamarku. Ayahku hanya menggelengkan kepala melihatku. Aku pun mengambil buku merah mudaku dengan gambar kupu-kupu. Bisa dibilang itu diaryku. Aku pun mengisinya.

Dear
... baca selengkapnya di Dad Is My Hero Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Kamis, 29 Oktober 2015

Mengasah Jiwa Entrepreneur

Mengasah Jiwa Entrepreneur Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Oleh: Pratama Puji

Entrepreneurship itu bukan gawan bayi (bawaan lahir), tetapi harus diciptakan olah orang itu sendiri.

Pendapat diatas disampaikan oleh Adi Ekopriono (Asisten Direktur Suara Merdeka) pada saat kunjungan company visit di Kantor Percetakan Jalan Kaligawe, Semarang. Tak rugi rasanya saya dapat mengikuti kegiatan yang diadakan AIESEC dan berkolaborasi dengan HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Semarang ini. Walaupun capek dan berangkat sendiri dari Kota Pekalongan, namun ilmu dan relasi saya dapat cukup bermanfaat. Dalam kegiatan yang mengangkat isu tentang entrepreneurship ini, juga didatangkan perwakilan dari mahasiswa Taiwan dan China yang masih mengikuti program exchange di Indonesia. Mereka dengan ramah dan kocak bercerita tentang kewirausahaan di negara masing-masing.

Kembali ke pendapat di atas, boleh setuju atau tidak, namun saya secara pribadi membenarkan pendapat tersebut. Terkadang kita tidak maju karena persepsi negatif lin
... baca selengkapnya di Mengasah Jiwa Entrepreneur Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Kamis, 22 Oktober 2015

Perbincangan Iblis

Perbincangan Iblis Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Di pojok sebuah pub, remang-remang, musik dengan ritme yang monoton membuat jantung ikut berdegup kencang, terlihat lima sekawan iblis sedang duduk ngobrol. Rupanya mereka baru saja membujuk seorang anak muda yang masih ingusan untuk pertama kalinya masuk sebuah pub.

?Hehe, hik!? si Iblis Teler yang sedang mabuk mulai membuka perbincangan seru, ?..aku, hik!, ..pengen tahu .. hik.. apa saja yang kalian lakukan untuk menjerat manu..hik..sia agar jauh dari TUHAN, hik!?

?Idih, gampang aja deng..? jawab si Iblis Bencong sambil mengelus-elus tanduknya yang baru saja dikeriting di salon, ?..langsung aja gua suruh doi buat bikin dosa!?

?Caranya?? si Iblis Bloon penasaran.

? Ya, langsung aja aku bujuk biar ngebo?ong, nyuri, bahkan ngebunuh, wei ce!?

?Hehe? zaman sekarang manusia emang gampang dibo?ongin..? Sahut Iblis Gembrot dengan suaranya yang berat, sekitar 130 kilo beratnya, ?..kalo cara saya ialah gua bikin hati manusia penuh kekecewaan, kepahitan, benci sama temannya, ortunya a
... baca selengkapnya di Perbincangan Iblis Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Rabu, 21 Oktober 2015

Wiro Sableng #68 : Pelangi Di Majapahit

Wiro Sableng #68 : Pelangi Di Majapahit Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1WIRO SABLENG

Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

Karya: Bastian Tito

Episode : HALILINTAR DI SINGOSARIBAB IKuda bernama Grudo yang ditunggangi Pendekar 212 dan Raden Ayu Gayatri bergerak tidak terlalu cepat. Sebentar lagi mereka akan keluar dari kawasan hutan belantara an langsung menuju pinggiran Timur Kotapraja. Disitu Wiro akan melepaskan putri bungsu Prabu Singosari itu. Walau dia akan terlepas dari beban berat menjaga keselamatan sang dara namun perpisahan membuat hatinya agak haru.

Saat itu menjelang dini hari. Udara masih gelap dan hawa terasa dingin.

Mendekati dua buah pohon besar yang terletak mengapit kira-kira dua tombak di depan jalan yang mereka tempuh murid Eyang Sinto Gendeng perlambat langkah Grudo. Dia memandang tak berkesip ke arah dua pohon besar di kiri kanan jalan.

"Ada apa," bisik Gayatri bertanya.

"Saya punya firasat tidak enak. Mungkin sekali ada seorang yang sembunyi di balik pohon menghadang kita," jawab Wiro.

"Gandit
... baca selengkapnya di Wiro Sableng #68 : Pelangi Di Majapahit Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Sabtu, 17 Oktober 2015

Bunga Untuk Ibu

Bunga Untuk Ibu Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Pagi itu, seorang pria tampak turun dari mobil mewahnya. Ia bermaksud untuk membeli sebuah kado di kompleks pertokoan itu. Besok adalah hari Ibu, dan ia bermaksud untuk membeli lalu mengirimkan sebuah hadiah lewat pos untuk ibunya di kampung. Seorang Ibu yang pernah ia tinggal pergi beberapa tahun lalu untuk kuliah, mencari nafkah, dan mengejar kesuksesan di kota besar ini.

Langkah-langkah pria itu terhenti di depan sebuah toko bunga. Ia melihat seorang gadis cantik. Ternyata, gadis itu adalah adik tingkatnya semasa kuliah dulu. Gadis itu terlihat sedang memandangi lesu rangkaian bunga-bunga indah di etalase. Matanya terlihat dengan jelas tengah berkaca-kaca, air mata nya hendak meleleh, seperti akan menangis.

Pria itu bertanya ?Ada apa denganmu? Ada apa dengan bunga-bunga itu??

?Aku ingin memberi salah satu rangkaian bunga mawar ini untuk ibu saya,? gadis cantik itu melanjutkan, ?Seumur hidup, saya belum pernah memberikan bunga seindah ini untuk ibu.?

?Kenapa tidak kau beli saja? Ini bagus, kok.? Cerita pria tersebut sambil turut mengamati salah satu karangan bunga.

?Uang saya tidak cukup.?

?Ya sudah, pilih saja salah satu, aku yang akan membayarnya.? Pria itu menawarkan diri sambil tersenyum.

Akhirnya gadis itu mengambil salah satu karangan bunga. Dengan ditemani sang pria, gadis itu lalu menuju
... baca selengkapnya di Bunga Untuk Ibu Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Wiro Sableng #84 : Wasiat Dewa

Wiro Sableng #84 : Wasiat Dewa Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1WIRO SABLENG

Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

Karya: Bastian Tito

Episode : WASIAT IBLIS

SATU

LIDAH Tiga Bayangan Setan terjulur sedang kawannya si Elang Setan terbatuk-batuk dengan mata basah memerah.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?!" tanya Elang Setan.
"Aku bersumpah akan membunuh Pangeran keparat itu!" jawab Tiga Bayangan Setan.
"Jangan tolol! Tingkat kepandaiannya di atas kita! Apalagi kini dia memiliki Kitab Wasiat Iblis itu...."
"Kita harus pergunakan akal! Cari kesempatan waktu dia lengah!"
"Kalau begitu kita terpaksa mengikuti kemana dia pergi!" kata Elang Setan pula.
"Aku benar-benar tidak suka ini! Pangeran jahanam! Mayatmu kelak akan kukupas! Kulitmu kujembreng kujadikan mantel!" kertak Tiga Bayangan Setan. "Aku yakin bisa membunuhnya. Ilmu Tiga Bayangan Setanku pasti bisa menaklukannya....Ayo kita ikuti dia!"

Kedua orang itu segera mengejar Pangeran Matahari. Tahu orang mengikuti sang Pangeran menghentikan langkah dan berbalik.

"Kenapa kalian mengikutiku?!" tanya Pange
... baca selengkapnya di Wiro Sableng #84 : Wasiat Dewa Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Kamis, 15 Oktober 2015

Wiro Sableng #149 : Si Cantik Dari Tionggoan

Wiro Sableng #149 : Si Cantik Dari Tionggoan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1WIRO SABLENG

Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

Karya: Bastian Tito

Episode : DADU SETAN

"SAUDARA WIE, APA YANG TERJADI? APA YANG KAU LAKUKAN TERHADAPKU?!" TANYA LOAN NIO NIKOUW. TANGAN KIRI MENUTUP PADA PAKAIAN YANG TERSINGKAP. TANGAN KANAN MERABA KE PUNGGUNG. "DIMANA PEDANGKU?" TIBA-TIBA ADA SESEORANG MUNCUL DI MULUT GOA. "LOAN NIO. BANGSAT BERAMBUT GONDRONG ITU BARUSAN HENDAK MEMPERKOSAMU UNTUNG AKU DATANG. DIA PULA YANG TELAH MENCURI PEDANG NAGA MERAH MILIKMU..." "SAUDARAWIEI BENAR ...BENAR?!" "BENAR APA NIO?" "KAU HENDAK MEMPERKOSAKU! KAU MENCURI PEDANG NAGA MERAH!" ‘NIONIO, AKU BELUM GILA MELAKUKAN HAL BEJAT ITU PASTI BANGSAT MUKA TENGKORAK INI MENGARANG CERITA MENGUMBAR MULUT FITNAH!" "SAUDARA WIE. AKU TIDAK MENYANGKA BEGITU BEJAT BUDI PEKERTIMU! AKU MENGIRA KAU SEORANG SAHABAT YANG BISA DIMINTA TOLONG! TERNYATA KAU IBLIS TERKUTUK!" "NIONIO. DENGAR DULU KETERANGANKU..."UCAP WIRO."AKU TIDAK BUTUH KETERANGAN. AKU INGIN MEMBUNUHMU SAAT INI JUGA"



1PENDEKAR 212 Wiro Sableng beber
... baca selengkapnya di Wiro Sableng #149 : Si Cantik Dari Tionggoan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Rabu, 14 Oktober 2015

Tentangku dan Ratusan Opini

Tentangku dan Ratusan Opini Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Aku selalu jalani hari-hariku dengan keadaan yang tak sama seperti orang-orang di sekitarku. kadang aku tersenyum dalam keramaian dan saat aku bersama orang-orang terdekatku, yang selalu saja aku kuatkan untuk tutup rasa sedih dan takut ini..
Tuhan, Aku sangat berharap akan di beri waktu yang lebih lama lagi untuk memperbaiki hidupku yang sesat ini.
“Hhuuufffhhh”, inilah tentang aku dan ratusan opini.

Di mulai dari kelas 3 SMP Aku sudah mulai menjadi per*kok aktif. pada saat itu bukan hanya Aku, Teman-temanku juga sudah mulai menjadi per*kok aktif. Teman-temanku adalah Apis, Anto dan Arshad. Sungguh tak pernah terpikir olehku kami bisa menjadi per*kok aktif..

Setelah aku pertama kali masuk dan duduk di kelas 1 SMA, Aku semakin menggila. pada saat itu Aku bukan hanya sekedar menjadi per*kok aktif saja, tapi aku sudah sangat melampaui batas. Pada saat itu Aku sudah mulai memakai obat-obatan. dan Aku juga yang mengajak teman-temanku mengikuti jalanku yang sesat. siapa teman yang mengikuti jejakku itu? Mereka adalah Apis, anto dan arshad..

Aku (ELTIO ATSIIL), sungguh tak layak lagi rasanya untuk dapatkan kasih sayang dari orag yang menyayangiku. sungguh Aku sangat menyesal, sangat menyesal sekali. karena sifatku dan tingkah laku dari diriku telah menjerumuskan teman-temanku di lubang yang paling
... baca selengkapnya di Tentangku dan Ratusan Opini Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

JANGAN PERNAH TERLALU BERHARAP!

JANGAN PERNAH TERLALU BERHARAP! Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

17 Desember 2007 – 14:11   (Diposting oleh: Editor)

Anita Roddick adalah perintis perusahaan waralaba The Body Shop yang kini sudah mendunia. Sebelum perusahaan The Body Shop dikenal seperti sekarang, Anita pernah berinisiatif menggerakkan seluruh karyawannya yang berada di kantor pusat untuk melakukan bakti sosial dalam rangka Hari Dunia. Bentuk bakti sosial tersebut adalah membersihkan sebuah pantai di Inggris.

Tetapi inisiatif Anita tidak direspon positif oleh mayoritas pegawainya. Hanya sebagian kecil karyawan, yaitu sekitar 13 orang, yang bersedia berpartisipasi dalam bakti sosial tersebut. Sedangkan mayoritas pegawainya memilih untuk menghindar dengan berbagai alasan. Anita sangat kecewa atas penolakan yang ditunjukkan oleh mayoritas karyawan.

Tetapi dalam perjalanan menuju pantai yang akan dibersihkan, Anita merasa sedikit terhibur. Pasalnya, ia berpapasan dengan seorang pengendara sepeda yang ramah. “Mau kemana?” tanya pengendara sepeda itu kepada dirinya dan rombongan.

“Hari ini adalah Hari Dunia. Kami akan ke pantai untuk m
... baca selengkapnya di JANGAN PERNAH TERLALU BERHARAP! Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Sabtu, 08 Agustus 2015

Chatting Dengan Tuhan

Chatting Dengan Tuhan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

BUZZ

BUZZ...

TUHAN: Kamu memanggil-Ku ?

AKU: Memanggilmu? Tidak.. Ini siapa ya?

TUHAN: Ini TUHAN. Aku mendengar doamu. Jadi Aku ingin berbincang-bincang denganmu.

AKU: Ya, saya memang sering berdoa, hanya agar saya merasa lebih baik. Tapi sekarang saya sedang sibuk, sangat sibuk.

TUHAN: Sedang sibuk apa? Semut juga sibuk.

AKU: Nggak tau ya. Yang pasti saya tidak punya waktu luang sedikitpun. Hidup jadi seperti diburu-buru. Setiap waktu telah menjadi waktu sibuk.

TUHAN: Benar sekali. Aktifitas memberimu kesibukan. Tapi produktifitas memberimu hasil. Aktifitas memakan waktu, produktifitas membebaskan waktu.

AKU: Saya mengerti itu. Tapi saya tetap tidak dapat menghidarinya. Sebenarnya, saya tidak mengharapkan Tuhan mengajakku chatting seperti ini.

TUHAN: Aku ingin memecahkan masalahmu dengan waktu, dengan memberimu beberapa petunjuk. Di era internet ini, Aku ingin menggunakan medium yang lebih nyaman untukmu daripada mimpi, misalnya.

AKU: OKE, sekarang beritahu saya, mengapa hidup jadi begitu rumit?

TUHAN: Berhentilah menganalisa hidup. Jalani saja. Analisa-lah yang membuatnya jadi rumit.

AKU: Kalau begitu mengapa kami manusia tidak pernah merasa senang?

TUHAN: Hari ini adalah hari esok
... baca selengkapnya di Chatting Dengan Tuhan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Selasa, 04 Agustus 2015

Pelangi

Pelangi Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Di suatu masa warna-warna di dunia mulai bertengkar. Semua menganggap dirinyalah yang terbaik yang paling penting, yang paling bermanfaat dan yang paling disukai.

HIJAU berkata: "Jelas akulah yang terpenting. Aku adalah pertanda kehidupan dan harapan. Aku dipilih untuk mewarnai rerumputan, pepohonan dan dedaunan. Tanpa aku, semua hewan akan mati. Lihatlah ke pedesaan, aku adalah warna mayoritas..."

BIRU menginterupsi: "Kamu hanya berpikir tentang bumi, pertimbangkanlah langit dan samudra luas. Airlah yang menjadi dasar kehidupan dan awan mengambil kekuatan dari kedalaman lautan. Langit memberikan ruang dan kedamaian dan ketenangan. Tanpa kedamaian, kamu semua tidak akan menjadi apa-apa."

KUNING cekikikan: "Kalian semua serius amat sih? Aku membawa tawa, kesenangan dan kehangatan bagi dunia. Matahari berwarna kuning, dan bintang-bintang berwarna kuning. Setiap kali kau melihat bunga matahari, seluruh dunia mulai tersenyum. Tanpa aku, dunia tidak ada kesenangan."

ORANYE menyusul dengan meniupkan trompetnya: "Aku adalah warna kesehatan dan kekuatan. Aku jarang, tetapi aku berharga karena aku mengisi kebutuhan kehidupan manusia. Aku membawa vitamin-vitamin terpenting. Pikirkanlah wortel, labu, jeruk, mangga dan pepaya. Aku tidak ada dimana-mana setiap saat, tetapi aku mengisi langit saat fajar atau saat matahari terbenam. Keindahanku begitu me
... baca selengkapnya di Pelangi Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Minggu, 26 Juli 2015

Dewi Lestari (Dee): Tulisan Saya Harus Mencerdaskan

Dewi Lestari (Dee): Tulisan Saya Harus Mencerdaskan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Ternyata Dewi Lestari atau Dee memiliki keprihatinan yang sama dengan sejumlah pekerja seni dan kalangan penggerak kreatifitas, bahwa di negeri ini sedang tumbuh suasana ‘tidak toleran’. Ada sebagian kelompok atau orang yang suka memaksakan kehendak, pikiran, pendapat, dan keyakinannya. Akibatnya, orang lain atau siapa saja yang tidak sependapat dengan kehendak dan pikiran kelompok tersebut, sepertinya harus segera ‘ditundukkan’ atau ‘dipaksa’ mengikuti kemauan mereka.

“Saya agak khawatir dengan adanya kelompok-kelompok ekstremis yang memaksakan nilai tertentu dalam kerangka berekspresi. Kalau dibiarkan bisa membawa kesenian Indonesia terpuruk mundur, bahkan bisa membentuk karakter masyarakat yang tidak lagi kondusif untuk berkesenian,” tegas Dewi kepada Pembelajar.com.

Dalam serial novel Supernova-nya maupun esai-esainya, Dee memang dikenal memiliki ketajaman berpikir dan beranalisis. Ada nuansa pendobrakan, anti kemapanan, kegelisahan dan pencarian hal-hal yang sangat substantif sifatnya. Dee memang suka berfilsafat, seperti yang dia perlihatkan dalam karya terbarunya berjudul Filosofi Kopi (True Books & Gaga
... baca selengkapnya di Dewi Lestari (Dee): Tulisan Saya Harus Mencerdaskan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Senin, 13 Juli 2015

Wiro Sableng #72 : Purnama Berdarah

Wiro Sableng #72 : Purnama Berdarah Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1WIRO SABLENG

Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

Karya: Bastian Tito

HUJAN lebat mendera Pantai Selatan. Suara hujan yang diterpa hembusan angin keras yang datang dari laut menimbulkan suara menggidikkan di telinga siapa saja yang mendengarnya. Di bawah hujan lebat itu seorang penunggang kuda memacu tunggangannya sepanjang tepian pantai, menembus hujan dan deru angin ke arah timur. Tepat di satu bukit karang yang menjulang orang ini hentikan kudanya. Sambil menepuk tengkuk binatang itu dia berkata. "Jangan ke mana-mana. Tunggu di sini sampai aku kembali!"

Seperti mengerti akan ucapan orang, kuda itu mendekatkan kepalanya ke bahu tuannya dan menjilat bahu itu beberapa kali. Ketika petir kelihatan menyambar di tengah laut, penunggang kuda tadi telah lenyap dari tempat itu. Dia melompat ke sebuah celah sempit di kaki bukit karang. Di dalam celah itu ada bagian bukit yang berbentuk seperti tangga kasar. Orang ini menaiki tangga itu dengan gerakan cepat. Tangga batu karang itu licin dan ada yang berselimutkan lumut. Hujan lebat membuat udara menjadi redup gelap. Kalau tidak memiliki kepandaian tinggi tak mungkin orang itu bisa menaiki tangga batu begitu cepat.

Di puncak tangga batu membentang sebuah pedataran batu yang penuh dengan gerunjul-gerunjul karang runcing. Pada sebelah kiri pedataran menjulang
... baca selengkapnya di Wiro Sableng #72 : Purnama Berdarah Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Minggu, 12 Juli 2015

Pelita Hati yang Kerontang

Pelita Hati yang Kerontang Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

3 Desember di bumi Jatisari
Awan hitam menyelimuti pagi itu. matahari seakan enggan menunjukkan kegagahan sinar putihnya. Nyanyian istiqomah burung pipit tak lagi terdengar di seantero telinga manusia, seakan mereka berjanji tuk puasa bersama. Adakah mereka tahu dan memberikan sinyal kedaruratan akan terjadinya peristiwa yang mendukakan salah satu madrasah di bumi ini.

Ya… mereka tahu akan pagi yang mendukakan setiap insan. karena pada pagi itu Niwa sang wanita sholehah nan sabar dipanggil sang pemilik cinta dan kesabaran yang sesungguhnya. Tak begitu lama Niwa ku kenal, namun kepribadian yang begitu mengasyikkan dan berbeda banyak dengan kebanyakan pribadi orang sekarang serta selalu memberikan nasehat bagi insan yang berpikir.

Ingat benar Aku disaat Niwa dengan semangat membonceng adiknya ke rumahku untuk mengumpulkan tugas tik yang menurut sebagian besar siswaku begitu kompleks dan merepotkan hingga menghabiskan waktu bersantainya.
Aku pun bertanya kepada dia “Ni, apakah kamu capek mengerjakan ini semua…?”
Niwa dengan senyum manisnya menjawa
... baca selengkapnya di Pelita Hati yang Kerontang Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Kamis, 09 Juli 2015

Lorong

Lorong Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Dia memanggilku, memanggil dan terus memanggil dari jauh, di seberang lorong yang gelap. Namun aku tidak bergerak, syarafku mati rasa, organ dalamku kejang, hatiku, diliputi rasa takut, rasa takut yang amat sangat. Jantungku kaku tak berdetak. Sungguh, sungguh aku seperti merasa berada di akhir dunia. Dia mendekat, berjalan perlahan ke arahku yang terkapar di lorong ini.
“Hei Kamu!”
“Ya, Kamu! Orang yang pura-pura berbaring di lantai.” Hardik orang itu dengan keras.
“Apa Kamu sudah siap? Saatnya Kamu enyah dari dunia ini!”
“Tungg… Tunggu dulu, kenapa Aku? Kenapa Aku harus enyah?” Aku berkata dengan gugup. Tak bisa kubayangkan aku dalam posisi seperti ini.
“Kamu sudah tidak pantas lagi berada di dunia ini..”
“Kamu sudah mati”
“Aku, aku, Mati? Tidak, tidak mungkin, aku baru saja pulang ke rumah, aku tidak tau bagaimana bisa sampai di sini. Tidak, aku tidak mati, aku masih hidup!”
“Ya, Kamu masih hidup, tapi jiwamu sudah mati, Hatimu sudah hilang entah kemana, perasaanmu sudah terbang, jauh, jauh darimu! Dunia ini bukan tempat untuk orang yang kehilangan, dunia ini bukan tempat orang menangis, dunia ini bukan tempat untuk orang melamun, dunia ini bukan tempat untuk orang yang hanya bisa meratapi kegagalan, dunia ini bukan tempat untuk orang sepertimu!”
“Aku, aku, aku bukanlah orang seperti itu. Aku berusaha keras mewujudkan cita-citaku, aku berusaha….”

... baca selengkapnya di Lorong Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Sabtu, 11 April 2015

Tukang Cukur

Tukang Cukur Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya. Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat.

Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang Tuhan. Si tukang cukur bilang, " Saya tidak percaya Tuhan itu ada".

"Kenapa kamu berkata begitu ???" timpal si konsumen.

"Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, di jalanan.... untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada. Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, Adakah yang sakit?? Adakah anak terlantar?? Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi."

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena dia tidak ingin memulai adu pendapat. Situkang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur.


... baca selengkapnya di Tukang Cukur Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Senin, 23 Maret 2015

Star

Star Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

“Lagi-lagi band dia Ryu…” bisik Anggi jelas ditelingaku. Komentar Anggi langsung mempertajam pandanganku kepada band di atas podium kehormatan juara pertama festival band yang aku ikuti. Entah pandanganku terlihat sinis atau dendam, yang jelas mereka memang menarik perhatian. Satu persatu para personil di panggil untuk disematkan kalung penghargaan. “Denis… Puput… Myer… dan Mega…” teriak host acara menyambut pemenang pertama band bernamakan Hipnotis.

Entah kenapa juga nama terakhir yang disebut host sempat menghipnotis pandanganku terhadap dirinya. “Manis juga nih cewek “ucapku dalam hati. Begitu sesatnya alam pikiranku bermain memperhatikan sosok bernama Megi, mungkin aku makin tidak sadar kalau Anggi tidak menepuk pundakku. “Ryu… busyet deh mulut sampai terbuka gitu jangan bengong donk. Band kita di panggil tuh” jerit Anggi membuyarkan lamunanku.

Kaki terasa berat menaiki anak tangga menuju panggung. Kecewa menjadi yang kedua bukan yang pertama apalagi kalah oleh anak kemarin sore. “Wahhh inilah band yang sudah tidak asing lagi Ryu.. Anggi dan rombongannya ayo berikan komentarnya” serah sang host memberikan micnya kepadaku. Ingin rasanya ku tempeleng wajah host dengan candaannya yang norak. Tapi aku tidak mau nyerah dengan emosi sesaat. Yahh sudah ku terima saja nasibku bicara di atas panggung menghadapi fansku yang sudah kecewa duluan. “untuk para pecinta band kami yang sudah jauh-jauh
... baca selengkapnya di Star Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Pelita Hati yang Kerontang

Pelita Hati yang Kerontang Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

3 Desember di bumi Jatisari
Awan hitam menyelimuti pagi itu. matahari seakan enggan menunjukkan kegagahan sinar putihnya. Nyanyian istiqomah burung pipit tak lagi terdengar di seantero telinga manusia, seakan mereka berjanji tuk puasa bersama. Adakah mereka tahu dan memberikan sinyal kedaruratan akan terjadinya peristiwa yang mendukakan salah satu madrasah di bumi ini.

Ya… mereka tahu akan pagi yang mendukakan setiap insan. karena pada pagi itu Niwa sang wanita sholehah nan sabar dipanggil sang pemilik cinta dan kesabaran yang sesungguhnya. Tak begitu lama Niwa ku kenal, namun kepribadian yang begitu mengasyikkan dan berbeda banyak dengan kebanyakan pribadi orang sekarang serta selalu memberikan nasehat bagi insan yang berpikir.

Ingat benar Aku disaat Niwa dengan semangat membonceng adiknya ke rumahku untuk mengumpulkan tugas tik yang menurut sebagian besar siswaku begitu kompleks dan merepotkan hingga menghabiskan waktu bersantainya.
Aku pun bertanya kepada dia “Ni, apakah kamu capek mengerjakan ini semua…?”
Niwa dengan senyum manisnya menjawab “ah, tidak kok Kak, ini tugas dan kewajiban saya sebagai siswa yang ingin bisa.”
Ya&#
... baca selengkapnya di Pelita Hati yang Kerontang Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Rabu, 04 Februari 2015

Presidents and Their Monuments: The Barack Obama Library spurs both a Design Competition and a Battle over Chicago's Parks

Barack Presidential Library Commission
entry from Aras Burak Sen (click images for larger view)
When it comes to civic buildings, how do you define the relationship between architecture and power? Imposing scale conveys might, to be sure, but heavy classicism, to cite another frequently deployed design stratagem - does it express majesty or empire?  Dignity or a bulwark against dissent?

Next month, the announcement will be made as to where the Barack Obama Library and Museum will be located.  Whether the still unnamed architect for the project engages any of the above questions remains to be seen, but a new - and unauthorized - design competition for the library, co-sponsored by the Chicago Architectural Club and Chicago Architecture Foundation, brings more consideration and imagination to the core issues of what a Presidential library should express than the officially designated architect will probably ever be allowed to consider.

U.S. Presidential libraries have become America's pyramids.  From the $375,000 FDR raised for the first one back in the 1940's, to the nearly quarter billion dollars spent on the Robert Stern-designed 200,000 square-foot George W. Bush Presidential Center just outside Dallas, they've gone from being centers of scholarship to full-up pharaonic monuments.
George W. Bush Presidential Center, photograph J.P Fagerback Wikipedia commons
The bidding and selection process for the site for the library that will archive the achievements of Barack Obama has become a study in the arrogance of power, with the Obama Foundation, the University of Chicago, and the Emanuel administration seeming to be in their own competition to see who can be the least transparent and most contemptuous of the general public. (Not that there's anything new to this, as a recent recent Chicago Tribune story by Dahleen Glanton on the contentious history of presidential libraries has ably documented.)

Earlier this month, the Chicago Park District unanimously rubber-stamped Mayor Emanuel's deal with the University of Chicago to appropriate 20+ acre slices of either Washington or Jackson Park for an Obama Library site.  After the Metropolitan Planning Council demanded that any lost parkland be replaced with new acreage, the Emanuel administration originally promised it would, but in Rahm's patented middle-finger style, this quickly devolved into the mayor declaring that the 21-acre giveaway had already been replenished by the 750 acres of new open space he claims to have added during his time in office.  So I guess we should be prepared for the loss of any of other 729 acres whenever he feels like dealing them away to favored private interests. (The current line is that only the five acres built upon will actually be replaced. Emanuel neglected to mention that Chicago's 182 square feet of park land per resident is the lowest among all major U.S. cities, less even than New York and little more than a quarter of that in Milwaukee)

The proposal has been vociferously  opposed by advocates such as Friends of the Parks, even as public meetings seem to indicate a clear majority of the residents around the sites support the deal.  Friend of Parks requested a personal audience with President Obama when he visited Chicago last week so they could deliver in person notice of their intention to sue him if things don't go their way.
proposed Jackson Park site
The proposed Jackson Park site is the most conventional, a large rectangle of land currently taken up mostly by a soccer field surrounding by a running track.  Olmsted left this section of the park long ago.
proposed Washington Park site
In contrast the Washington Park site is a extended triangle beginning at 55th/Garfield and Cottage Grove, with its eastern boundary meandering west as it moves north, coming to a point at 51st.
To compensate, the Washington Park proposal includes adding to the site by acquiring properties along Cottage Grove to the Green Line station to the west.

Unauthorized Thoughts on what Presidential Libraries Should Be
from left: Chicago Architecture Foundation Lynn Osmond,
Chicago Architectural Club co-presidents
Martin Kl�schen and Carl Ray Miller
None of the debate over the museum site has even touched on the quality of the architecture, and so the Chicago Architectural Club made the Barack Obama Presidential Library the subject of this year's version of it's biennial Chicago Prize design competition.  Earlier this month, teaming up with the Chicago Architectural Foundation, the CAC announced and unveiled the boards for the competition winners at the opening of the CAF exhibition, Presidential Libraries: Designing a Legacy.
The Drone Aviary, Ann Lui and Craig Reschke
While a persistent optimism marked the five displayed entries, beneath the surface you could also sense undercurrents of unease.  This was most overt in what was nicknamed the "dishonorable mention" winner, Ann Lui and Craig Reschke's The Drone Aviary . . .
The Drone Aviary doesn�t lock artifacts away�it collects and disburses them. President Obama�s legacy, the population and automation of the skies, would be the critical operation of his Presidential Library. The Obama Library drones both collect and distribute information. They can scan agricultural production, monitor the climate, and follow former presidents for live updates. Teachers can also borrow the pen used by Barack Obama to sign the healthcare bill by requesting that the library send it, via drone, to their classroom. Artifacts remain tucked into the Aviary wall until called upon for delivery. At street level a sculpted landscape serves as a neighborhood park for visitors who watch the drones in the tower above.
"I think it's a provocation," said Chicago Architectural Club co-president Carl Ray Miller.  "It has a double edge that cuts both ways.  While it's very optimistic, there is dark, sinister part about this, about the world to come."

"We probably should say that the dishonorable mention is a positive," added the Chicago Architectural Club other co-president Martin Kl�schen. "Distinguished and disturbing because of course drone technology also stands for big brother surveillance and maybe also war technology, and that's where it becomes disturbing." Kl�schen said the the jury saw the dual qualities of the entry as a debate on the president.

Juror Andrew Metter noted the Drone Aviary spoke to basic questions about the way we store knowledge in a high-tech world.  "Humans are essential to absorbing the knowledge or disseminating the knowledge." In the Drone Aviary, however . . .
The tower has few inhabitants.  Drones move about making necessary repairs to one another to one another and the building.  Artifacts remain tucked into the Aviary wall until they are called upon for delivery, future iterations of existing library automation services in places at sites like the University of Chicago.  Long dark banks of servers whir away between drone stations. A lone repairman wanders the tower executing the few tasks the drones cannot.
"What does it say of our future society?",  asked Metter.  "Having books talks about the tactile aspect of knowledge in the fact that somebody has to read them, so it definies human interaction, whereas the drone scheme implied maybe no interaction."  Is this paradise, dystopia, or an amalgam of both?  Just last week "Father of the Internet" Vinton Cerf warned of a "digital dark age" where, in the absence of hard copies such as photographs or books, the entire record of an era may be lost to history through a discontinuity of digital technologies.

Whatever their other merits, no other winning entry offered such a subversive sense of irony.
between SKY and GROUND, D�niel Palota
The second honorable mention, D�niel Palotai's between SKY and GROUND offered . . .
A wide and open public square combines the elements of the city context, connecting the river, the platform of the tracks and street level, situates new and existing buildings an exciting interaction. The gently rising terraced slope is a mixed combination of small intimate platforms, open air exhibition spaces, green surfaces, ramps and stairs, accessible from every direction. These set of various and well-defined levels embrace and include the ground floor of the library, and lead to the main and most exciting series of covered and open spaces on the first floor. Various ceiling height enhance the experience of the voids, ensuring intimacy and openness at the same time. Indoor exhibition and library rooms are situated on upper stories organized by the similar space typology.
Kl�schen spoke of described the proposal as "a neutral building on the outside; on the inside we see a very well refined set of well developed spaces and spatial interaction . . . a building connected to an extraordinary urban landscape, an interface to the city."
click images for larger view
There were two striking aspects to the last honorable mention winner, Drew Cowdrey and Trey Kirk's A Mobile Archive.  Very much in the tradition of the methodology of Chicago architects like Jeanne Gang and John Ronan, this entry began with an exhaustive research of all twelve presidential libraries, tracking their size and cost, and what percentage of the space is actually devoted to storing documents.

Out of this, Cowdrey, an architect with SOM-NY, and Kirk, an architect now working with a firm in Tennessee, came up with a typology and a process.  The typology is strikingly Miesian glass cube, set on a wide plaza that is a staging area for the process - loading up museum contents onto larger trailers that fan out into Chicago's neighborhoods.  Once the trailers have left the loading docks, the plaza becomes a public square.
"What was noted by the jury," said Miller, "was that although the skin of the building is very familiar to Chicago, there was something very special about how this building interacted."  Added Kl�schen, "What became the debate, a very interesting debate, especially with Stanley Tigerman being on the jury, is this facade.  It's such a statement, that refers to Mies's early modernist building and we were questioning whether this was a building that was supposed to become generic, and blend in to the landscape, or is this maybe a statement that refers to Mies."

Kirk claimed this was all a surprise to him. "We're fans like anyone else of Mies," he said, but what appears at first glance to be classic Miesian I-beams on the structure's facade are in actuality glass fins.  "We didn't intend it to be perceived as having mullions.  The fins are only six or eight inches."  The exterior is a dual-skin facade, with a 3-foot wide air cavity both for energy efficiency and to protect the contents of the library.

What was supposed to be a first, second and third prize was changed by the jury to two co-first prize winners, sharing the $3,000 in prize money contributed by the Chicago office of Skidmore, Owings and Merrill.  Considered together, they seem almost like complementary geometrics, Saturn and its rings.

First Prize Winners

Both of the first prize winners bridge the competition's museum site to the other other two shores of the juncture where the Chicago River splits into North and South branches,  the source of the city's "Corporate Device", the Y symbol that denotes Chicago and can be found all across the city in everything from ornament on bridges to the lights of the Chicago Theater marquee.
In the case of Boston-born Aras Burak Sen's first prize entry, this is accomplished through a "Bridge of Hope . . . shaped as the peace sign connecting three sides of the river." Sen shows his OMA roots in the way his design includes semi-autonomous components - in this case eight stacked structures, each holding archives for a single year of Obama's presidency and rotated to provide a different view out onto Chicago - contained within a single mega-structure, a giant sphere that evokes memories of Etienne-Louis Boull�e's Cenotaph memorial for Isaac Newton.

The proposal includes a commentary on the limits of power . . .
The levels above this bridge is the distortion of the hope in random directions.  The form of these floors could be seen as the artifacts of an era struggling to do something great when it is impossible to do so.  The distortion of great hopes.
As with other entries, the ground level of the building is seen as an expression of democracy . . .
. . . without any glass, without any walls, Obama Presidential Library provides a free amphitheater for Chicago to communicate, discuss anything.  The Bridge of Hope cuts through the theatre, looking above discussions being held, allowing them to be overhead.
Sen's intent is to distinguish the Obama from other libraries that are "no different than a mausoleum for the president."

"The jurors felt", said Miller, "that the monumentality and the disruption of the platonic volume with these view portals into different directions and different neighborhoods of the city was very, very symbolic.  The jury concluded, said Miller, "this monumental building was something that would hold the site very well, and that was one of the points that had them coming back to this project."

The Big O

A different kind of symbolism was at play in the other first-prize wining entry, a massive set of 800-foot in diameter, 100-foot-wide rings bridging and floating above the three points of the river's juncture seeking "a brand new typology and form" for the Presidential library."

On hand at the ceremony was the entry's Chinese design team, led by Dr. Zhu Wenyi, Dean of the School of Architecture at Tsinghua University in Beijing.  "There is a Plan A or Plan B," said Zhu, "But also Plan O.  I think that Plan O is better."
O as in Obama.  O as in the shape of the rings.  "This is a kind of symbol of President Obama," explained Zhu.  "A kind of metaphor" and a spiritual place for visitors to the library.  "Considering that Chicago is the birthplace of skyscrapers and is full of high-rises, the roof engraved with famous quotes from President Obama is designed to be 'the fifth elevation.'"  Zhu talked about creating multi-dimensional spaces that allow visitors strolling along the rings to experience both the library and the city outside.

"I want to emphasize," said Zhu, "the interior space." Obama's life and career are organized around six themes, express in the strutter as "6 parallel ways instead of the separated 'units' of exhibition. Visitors can enjoy different angles of President Obama's life at one time when strolling in the library" in those multi-dimensional spaces.
Zhu Wenyi discusses his teams entry to the the competition

Back to Reality
River Point rises on the competition's hypothetical site
Design competitions are most often the architectural equivalent of fantasy football, but this competition was especially unencumbered by reality.  Not only is the competition's designated site not among the four finalists chosen by the Obama Library Foundation, it's neither vacant nor available.  The concrete core for what will eventually be the 60-story River Point office tower is rising quite visibly there now.

This disconnection of the competition with the actual problems of the city left me pre-disposed to hostility, but in looking at the five winners now on display at CAF, I was struck by the fact that the entrants are bringing far more analysis and imagination to the project than will likely ever be seen in the library building that's actually constructed.  (The work of the named architect for the library will be tightly constrained by the National Archive's 265 page brief Architectural and Design Standards for Presidential Libraries. )

More to the point, it now appears the addiction to fantasy may spill far beyond the competition, taking in the supposedly big-power players attempting to lure the library to Chicago.

In a recent column, the Sun-Times's Michael Sneed claimed the final decision on where to locate the library has been placed firmly in the hands of Michelle Obama.  According to Sneed, the First Lady wants the library go to New York's Columbia University, a city and school with zero relation to Barack Obama's history.  And wouldn't that be a a kick in the head to a city that thinks it wrote the book on insider politics?

I can see the T-shirts now:  "The Obama Library went to Columbia and all I got was this nifty design idea".
Presidential Libraries: Designing a Legacy is currently on view at the Chicago Architecture Foundation. You can view the winning entries on-line, as well as a video of the award ceremonies.


Minggu, 01 Februari 2015

Not (Birch Burdette) Long for This World? Century-Old Mariano Park out for Bid


click images for larger view
Recently, reporter Felicia Dechter had news about Mariano Park, the sliver of open space at State and Rush that puts the triangle in The Viagra Triangle, the name given to a collection of upscale restaurants and bars where it's said unnaturally tan older men with the appearance of money meet improbably endowed far younger women in search of it.   And while the particulars of that urban narrative may be exaggerated, the dynamics of the actual triangle are what make any public space successful.  It's at once magnifier and release for human interaction, encouraging both active engagement and passive observation.

According to Ms. Dechter, at the end of last year, Whispers Caf�'s contract with the Chicago Park District expired.  For 13 years, Whispers provided Mariano Park with tables, chairs and benches, washed the park daily, and steam-cleaned it bi-weekly.  The Caf�  won awards for its maintenance and gardens.

Well, we don't need those kind of people, do we?  Dechter says the Park District is looking to ramp up the monetizing of Mariano Park, with previous rumored suitors including Gibson's Steak House and Connies Pizza, with indications a new deal might include demolishing the park's pavilion for a much larger, more lucrative building. The Chicago Park District has issued a "Concession Opportunity Notice of Availability", with bids due by February 20th, and will be holding a Prebid meeting for potential new vendors this Wednesday at 1:00 p.m.
Connors Park - before
This model of "improvement" has already been inflicted another public space triangle just a few blocks to the south.  Connors Park had a charming pergola and fountain, which were demolished after officials declared that, in one of the most well-traveled areas of the city, they couldn't keep derelicts from vandalizing the park and its seating.  Their solution was transform Connors from a park to a big Argo Tea building with a greenspace attached to it.  Part of the agreement with Argo was that the seating both outside and inside the building would remain a public park, accessible to all, but it certainly doesn't read that way to passersby.  The ambiguous quality of the reconfigured park was confirmed by complaints by neighborhood residents of being told to leave by Argo staffers when they hadn't made a purchase.  New signage was installed stating that both the park and the Argo Tea interior were property of the Park District, and open to the public.
Connors Park - after
If the city and the Park District has something similar in mind for Mariano, it would be a major misfortune, as the park is rich both in structure and history.  The park was acquired by the city as far back as 1848, and was previously known as Green Bay Triangle in homage to nearby Clark Street's original identity as Green Bay Trail.  In 1931, it was renamed Rehm Arbor after brewer Jacob Rehm.  The property was transferred to the Chicago Park District in 1959. In 1970 it was renamed once again for nearby resident, newspaperman Louis Mariano.  Long before sportscaster Harry Carey inherited the title, Mariano was known as "The Mayor of Rush Street."
Mariano Park's pavilion dates back to the turn of the 20th century. Lucy Fitch Perkins, wife of architect Dwight Perkins, was chairman of the Committee of the Art and Literature Department of the Chicago Woman's Club.  The Club committed $1,000 to build out Mariano, and collaborated with the Chicago Architectural Club in a competition for its design.  Pratt and Lambert donated $50 for the prizes.

Proving that the gratuitous use of all-caps didn't start with email, the Tribune wrote at the time that "The idea of utilizing as sites for statues, fountains, and other monuments the small, triangular spaces which abound in Chicago at the intersections of diagonal streets was suggested in THE SUNDAY TRIBUNE fully two years ago."  The paper reported that three prizes had been awarded, but by general consensus, the best design was one eliminated from consideration because the judges determined it couldn't be built for the $1,000 at hand.
That design was by Birch Burdette Long.  Born in Columbia City Indiana, Long is almost completely forgotten today, but he was one of Frank Lloyd Wright's original employees.  Along with Marion Mahony - Wright's first hire - they are said to have largely created the Japanese-influenced style of architectural delineation that would help make Wright famous through the world.

Long became highly respected for the quality of his renderings, which included a handsome competition concept for a new crossing for the Illinois Central tracks at the Midway Plaisance. Eventually, he moved east, spending many years working for the Architectural League of New York. In 1922, he established the Birch Burdette Long Sketch Competition.  It became Long's memorial after he died of pneumonia while mounting an exhibition for the Architectural League in 1927. The juried prize was awarded annually until 1972, when it was discontinued "for lack of interest in architectural illustration."
Long won the Mariano Park commission while he was still a draftsman in Wright's office.  That caused some friction, as a reporter learned from a conversation with Long for a story in The Brick Builder some years later.  According the article, Long's design was . . .
 . . .  even more outre than Wright's work: the columns were striped red and white, like candy poles; the roof was a combination of Japanese and "Chicagoese" architecture, and when it was finally built in a rather prominent location, nobody knew what to to make of it - in consequence nobody liked it much.  The papers had letters about it, even editorials regarding the disfigurement of public property, and yet from the photographs of the structure which the writer has seen, it seems to have been a very charming and appropriate little building, not easily to be classified under one of the architectural schools, perhaps, but filled with a playful charm and gaiety of composition which may be singularly appropriate to its position and its purpose.
An unnamed spokesperson for the Women's Club said Long's concept was selected "because it seemed best suited to the conditions, and was distinctly original and not merely a conventionalizing of some old-world model"  While a fountain was included in Long's design, the one at the park now dates only from 1998.
Although partially obscured by signage, Long's pavilion looks very much the same today.  It does not overwhelm the park, which could mean that its days are numbered.  It has no landmark protection. 
Long's small structure has witnessed over a century of Chicago history, seeing its Rush Street environs evolve from houses on generous lawns, to upscale apartments, to a red light district with some of the city's best known clubs, to Viagra central, to today, when it's becoming a release valve for upscale retailers spilling over from Rush Street, with Dior slated to take over the Urban Outfitters store two blocks down the street.

Yes, the city needs revenue.  Yes, the people need more high-end tea, and coffee, and gelato. (They seem to have become a lingua franca of urban revival.)  Just not so much as we still need continuity and connections to Chicago's history.  Just not so much as we need, more than ever, places where human scale still endures amidst the booming and often depersonalized hyper-density rising around them.  Places like the small oasis of open urban space that is Mariano Park, centered in time and scale by Birch Burdette Long's quirky, gracious pavilion.


Read More
Destroying a Park to Save It: The Tea House that Ate Connors Park
McPlazas?  Privatizing Chicago's Orphan Public Spaces